BERBAGAI
SISTEM DALAM KEHIDUPAN YANG MEMPENGARUHI
SISTEM
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendahuluan
Sebagai suatu sistem, pendidikan Islam berada di tengah berbagai sistem
yang ada dalam kehidupan manusia. Sistem tersebut mempengaruhi kualitas dan
keberhasilan pendidikan Islam secara faktul
tidak bisa, dari sistem dalam kehidupan itu sendiri karena pendidikan
itu merupakan sub dari sistem dari sistem kehidupan manusia secara makro. Bisa
dikatakan bahwa pendidikan adalah sistem
yang terintegrasi dengan hampir semua sistem dalam kehidupan manusia
yang melibatkan banyak unsur dan pihak yang saling mempengarahui. Pengaruh
sistem-sistem tesebut disebut selama ia mampu menunjang tercapainya tujuan
pendidikan dan sebaliknya, dikatakan negatif
bila pengaruh tersebut justru menghambat keberhasilan tujuan pendidikan
tersebut.
Selanjutnya sistem pendidikan Islam, yang selama ini di identikkan
dengan sistem pesantren dan madrasah, dalam perkembangannya dipengaruhi oleh
berbagai sistem yang terdapat dalam kehidupan baik sistem sosial, politik,
ekonomi, dan sebagainya.
Oleh karenanya makalah ini yang menjadi
permasalahannya adalah berbagai sistem dalam kehidupan yang mempengaruhi sistem
pendidikan Islam, semoga tulisan yang singkat ini akan sedikit menambah
khazanah keilmuan tentang Ilmu Pendidikan Islam ditinjau dari judul tersebut.
B.
Sistem Ekonomi
Secara ekonomi merupakan aturan-aturan
untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam keluarga baik dalam
keluarga rumah tangga rakyat (volkshuishouding).
Masalah pokok ekonomi menurut para pakar antara lain : (1) jenis dan jasa yang
diproduksi, (2) sistem yang didistribusikan (untuk siapa barang dan jasa itu),
(3) efesiensi penggunaan, (4) Inflasi, resesi,dan depresi, dan lain-lain.
Sistem ekonomi sangat erat hubungannya
dengan kehidupan manusia karena menyangkut kebutuhnan pokok manusia, yang
meliputi sandang, pangan, papan serta kebutuhan lainnya. Sistem ekonomi
berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dan menjadi sebuah
corak masyarakat yang mengetahuinya.
Pendidikan dan ekonomi merupakan sistem
yang mempunyai pengaruh timbal balik, saling mengait dan menunjang karena
disatu sisi instusi pendidikan mempu menghasilkan tenaga kerja dan mampu
membentuk manusia-manusia yang sanggup membangun masyarakat dan ekonomi Negara.
Sebaliknya ekonomi merupakan tulang punggung kehidupan bangsa yang menentukan
maju dan mundurnya. Lemah kuatnya, lamban-cepatnya suatu proses pembudayaan
bangsa.
yang merupakan fungsi pendidikan.
Menurut laporan UNESCO Tahun 1957 yang
dikemukan oleh Pleh Page Hasan Langgulung bahwa menurut kajian lapangan,
semakin tersebar pendidikan di Negara maka semakin cepat pertumbuhan
perekonomian Negara, berkaitan dengan semakin meningkatnya pembelajaran yang
diberikan kepada pendidikan. hal
ini menyangkut kebijakan pemerintah sebagi instuisi dan bertanggung jawab
terhadap tataran kehidupan masyarakat termasuk pendidikan.
Semakin banyak alokasi dana yang
diperuntukan bagi pembinaan pendidikan maka semakin besar kemungkinan untuk
pengembangan pendidikan yang pada gilirannya menunjang keberhasilan pendidikan
itu sendiri. Tentu saja hal tersebut harus dibarengi dengan pengelolaan dana
yang baik adanya pengelolaan atau menejemen yang baik, dan sebesar papun tidak
akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Ketresediaan alat-alat pendidikan yang
tergolong pada perangkat keras seperti gedung sekolah, perpustakaan,
laboratorium, alat peraga dan perlengkapan lainnya, maupun perangkat lunak
seperti pengelolaan kurikulum, metode mengajar, administrasi pendidikan tidak
bisa terlepas dari pendanaan, artinya tanpa dana pendidikan yang berkualitas
sangat sulit dilaksanakan.
Dari sejarah pendidikan Islam pada zaman
pertengahan yakni zaman kemajuan dalam Islam, dapat diketahui tidak adanya kesadaran
perlu biaya untuk membangun dan mengelola instuisi pendidikan yang bermutu.
Dalam beberapa buku sejarah pendidikan Islam dinyatakan bahwa perdana menteri Mizan al-Mulk telah mengeluarkan dana
yang sangat besar untuk membiayai pendidikan. Dana sebesar 600.000 dinar setiap tahun untuk
pembiyayaan pendidikan sekolah madrasah yang diasuh oleh nya dan dana sebanyak
60.000 dinar untuk membiayayi madrasah Anizamiyah Bagdad saja. Bila dihitung
dengan emas maka satu gram emas harganya 4,025 gram emas, maka biaya madrasah
Nizamiyah mencapai 240 kg emas setahun untuk seluruh madrasah yang diasuhnya
menghabiskan 2,4 ton emas dalam setahun. Ini adalah jumlah yang sangat besar.
Bagi ilmuan yang menulis karya ilmiah maka diberi imbalan sebesar berat timbangan buku yang ditulisnya.
Hal tersebut bisa terlaksana dikarenakan
ekonomi Islam pada sat itu mencapai puncaknya dan sistem perekonomian yang dilaksanakan oleh
pemerintah adalah sistem ekonomi Islam yang menuntut keredaan Allah SWT
semata-mata.
C.
Sistem Politik
Sistem politik adalah pola hubungan
dengan masyarakat yang dibentuk berdasarkan keoutusan-keputusan yang sah dan
dilaksanakan dalam masyarakat. Sistem politik dapat dibedakan dari sistem lain
: Pertama, daya jangkau yang
universal, meliputi semua anggota, Kedua,
control mutlak atas pemakain kekerasan fisik, Ketiga, hak membuat
keputusan-keputusan yang mengikat dan diterima secarah absah, dan Emapat, keputusan bersifat otoritatif,
artinya mengandung daya pengabsahan dan kerelaan yang besar karena keemepat ciri
khas tersebut adalah juga ciri khas Negara, maka sistem politik dipakai sebagai
kolektifitas hubungan dari suatu Negara.
Eksistensi agama dalam Negara dan
kaitannya dengan otoritas kepala Negara di ibaratkna al-Ghazali sebagai anak
kembar.
وا الدين وا لملو ك تو اما ن فلا يستغني احد هما عن
الاخر
Agama
dan kekuasaan (politik ) adalah dua anak
yang kembar, keduannya itu tidak bisa dipisahkan).
Prinsip –prinsip
politik pemerintahan, mneurut teori islam, Negara yang dibentuk seyogyannya
mengacu pada prinsip-prinsip syari’ah, artinya, nilai-nilai syari’ah
direailisir dalamkehidupan berbangsa dan bernegara.
Endang
Syaifuddin Anshari mengatakan : Negara adalah organisasi ( organ, badan, atau alat), bangsa untuk mencapai
tujuan… Bagi setiap muslim Negara adalah alat untuk merealisasikan kedudukannya
sebagai abdi Allah dan mengaktualisasikan fungsinya sebagai khalifah Allah,
untuk mencapai keridha’an Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, serta
menjadi rahmat bagi sesame manusia dan alam lingkungannya.
Selanjutnya sistem politik meliputi : sistem
pemerintahan, segala urusan dan tindakan, kebijakan siasat dan lain sebagainya,
mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain; kebijakan dalam menghadapi
atau mengatasi masalah lain.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa politik sebagai sistem sangat erat
pola hubungannya dengan masyarakat dan negara. Wujud dari hubungan ini adalah
lahirnya istilah demokrasi. Dalam prakteknya, demokrasi sebagai sistem bagi
sebuah masyarakat akan memberikan corak/karakteristik terhadap segala aspek
kehidupan yang salah satunya adalah aspek pendidikan.
Pengaruh politik terhadap pendidikan
Islam adanya kebijakan pemerintah suatu Negara memberikan perhatian dan
dukungan, baik moral maupun materil, untuk terlaksanakannya pendidikan Islam.
Keadaan seperti ini akan memberi pengaruh yang sangat besar untuk keberhasilan
pendidikan Islam. Apabila suatu negara mengalami kegoncangan politiknya, atau
dipimpin oleh orang yang anti terhadap Islam, maka mustahil pendidikan Islam
akan menjalankan perannya secara baik.
Pendidikan yang bermutu juga akan
mempengaruhi perkembangan lajunya politik generasi yang berkulitas munculnya
dari Negara yang berkualitas, karena pendidikan yang berkulitas akan
mempengaruhi peradaban suatu bangsa. Apabila hal itu terjadi maka akan
mempengaruhi sistem ekonomi yang baik.
Kalau dilihat perkembangan pendidikan
Islam di Indonesia mengalami pasang surut seirama perkembangan politik di Indonesia.pada zaman kolonial belanda
pendidikan tidak diberikan di sekolah, hal ini dapat dimengerti karena
pemerintahan Hindia Belanda mengembangkan pendidikan yang netral agama (sekuler),
walaupun sebenrnya belanda ingin sekali memasukan pendidikan agama keristen.
Dalam perkembangannya demi menjaga
citranya dikalangan penduduk pribumi dan raja muslim yang berkuasa, akhirnya
belanda dapat menunjukan sikap netralnya. Selanjutnya, atas desakan tokoh-tokoh
islam akhirnya diberikan diluar jam
pelajaran resmi dan guru agama tidak mendapat gaji dari pemerintahan.
Pada zaman jepang pendidikan Isam
terlihat lebih baik, terutama setelah dibentuk lembaga pendidikan agama setelah
mendapat persetujuan dari kantor pusat Depertemen Agama dan guru mendapat gaji
dari pemerintahan setempat. Artinya pendidikan Islam sangat tergantung kepada
kebutuhan masyarakat setempat dan kesediaan pemerintah lokal menggaji .
seringkali guru agama tidak mendapatkan gaji tetapi ada juga yang mendapat gaji
dari swadaya masyarakat setempat atau dipungut dari gaji guru yang lain.
Pada masa kemerdekaan, keadaan
pendidikan semakin baik setelah dibentuknya Departemen Agama sebagai hasil barganing (tawar menewar), politik umat
Islam dihapuskannya piagam Jakarta. Depertemen Agama mengusulkan tiga :
memberikan pengajaran agama disekolah negeri dan partikular, memberi
pengetahuan umum di madrasah,dan mengadakan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Agama Islam
Negeri (PHIN). Dalam Undang-Undang Nasional No. 4 tahun 1950 Jo. UUPN No.12
tahun 1954 juga ditetapkan bahwa disekolah-sekolah negeri diselenggrakan
pelajaran agama dengan catatan orang tua
murid yang menetapkan keikutsertaan anaknya. Dengan demikian, secara jujur posisi pendidikan agama relatif kuat atau
paling tidak memiliki kekuatan hukum.
Dari
sisi tersebut di atas, UU No. 4 tahun 1950 Jo UU No. 12 tahun 1954 ini simple
tapi padat, tapi pada sisi lain UU ini belum maksimal dalam merefleksikan
keinginan umat Islam –yang mayoritas jumlah penduduknya- dalam memasukkan
pendidikan Islam.
Sampai
akhir decade 60-an pelaksanaan pendidikan secara nasional masih bertumpu pada
Undang-Undang No. 4 tahun 1950 jo. No. 12 tahun 1954 “tentang dasar-dasarPendidikan
dan Pengajaran di Sekolah”. seperti dapay dipahami dari namanya, Undang-Undang
tersebut pada pengaturan pendidikan di sekolah. Dalam kenyataan tidak memberi
perhatian yang cukup pada pendidikan di sekolah. Dalam kenyataannya tidak memberi
perhatian yang cukup pada pendid Dibawah ini akan
dikemukakan isi dari pada Undang-Undang Nasional No. 4 tahun 1950 Jo. UUPN
No.12 tahun 1954 tentang pendidikan agama antara lain :
- Undang-Undang ini tidak berlaku
untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama dan pendidikan
masyarakat”.
- Mengenai Madrasah hanya
diisyaratkan dalam pasal 10 ayat 2 sebagai berikut :
- Belajar di sekolah agama yang
telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi
kewajiban belajar”.
Undang-Undang
tersebut ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 2 April 1950 oleh Presiden
Republik Indonesia, Soekarno dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
S. Mangoensarkoro, kemudian diundangkan pada tanggal 5 April 1950 oleh Menteri
Kehakiman pada saat itu A.G. Pringgodigdo. Selanjutnya Presiden Republik
Indonesia menyatakan berlakunya Undang-Undang No. 4 tahun 1950 dari Republik
Indonesia terdahulu tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah
untuk seluruh Indonesia dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1954 di
Jakarta pada tanggal 12 Maret 1954 dan diundangkan pada tanggal 18 Maret 1954
yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Muhamad
Yamin serta Menteri Kehakiman Djody Gondokusumo.
Pendidikan agama memang benar-benar
memiliki posisi yang kuat setelah orde baru yang berhaluan anti komunis
mengambil alih kekuatan. Kebijakan tentang pendidikan agama dilaksanakan
berdasarkan pokok kebijakan. Pertama, orde baru memang condrong kepada Islam,
karena hanya Islamlah yang benar-benar anti komunis. Diwajibkannya pendidikan
agama semua jenjang dan jenis pendidikan, merupakan rangkaian dari
pemberantasan komunisme sampai keakar-akarnya. Kedua, sebagai ucapan
terimakasih kepada umat Islam yang telah berstau dengan ABRI telah
menyelamatkan ideologi Negara pancasila dan Negara kesatuan Republik Indonesia
dari G.30 September PKI yang hendak
mengganti ideologi pancasila dengan komunisme, sudah menjadi kewajiban
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang secara objektif sangat
memerlukan pendidikan agama. Sebab fungsi pemerintah disamping mengemban amanah
yang bersifat politis juga mengemban amanah yang di bidang edukatif termasuk di
dalalmnya pendidikan agama Islam.
Atas dasar itulah, pemerintah Orde Baru
melalui Golkar sebagai mesin penggeraknya (politiknya) senantiasa mengadakan control terhadap
pendidikan agama mulai dari kurikulumnya
sampai pada pelaksanaannya terutama mengenai kulifikasi gurunya. Dan bahkan
lebih dari itu, Golkar semakin intensif dalam mengembangkan atau
mengkampanyekan Islam yang sesuai dengan persepsi dan haluan politiknya.
Dengan demikian bahwa sistem yang
berlaku pada saat itu atau pada suatu Negara cukup besar pengaruhnya terhadap
pelaksanaan sistem pendidikan Islam, baik terhadap kurikulum dan materi
pelajaran dan pengadaan guru maupun kebijakan lain yang menyangakut identitas
sebuah lembaga pendidikan Islam.
Secara harifah politik dapat diartikan
sebagai usaha atau rekayasa yang diatur maka politik yang diartkian merupakan
dalam rangka mencapai tujuan. Dengan pengertian demikian ini. Politik dalam
bahasa Arabanya dikenal dengan asy-Siyasah berlaku pada semua
aspek kehidupan, seperti pendidikn,
keluarga, ekonomi, budaya, kenegaraan, dan lain lain. Dalam perkembangan
selanjutnya, politik sering dikaitkan dengan masalah kekuasaan suatu pemerintah. Di dalamnya, dibahas
tentang bagimana usaha-usaha untuk mendaptkan kekuasaan, mengelola dan
mempertahankannya agar supaya kekuasaan itu tetap dapat dipertahankan.
Pengertian politik, dalam arti kekuasaan atau kebijaksanaan yang berkaitan
dengan urusan pemerintahan tersebut, tampaknya yang paling menonjol
dibandingkan dengan pengertian politik lainnya.
Sesungguhnya hubungan antara pendidikan
dengan politik bukanlah suatu hal yang baru, sejak zaman plato dan Aries
Toteles, para filosuf dan pemikir politik telah memberikan perhatian yang cukup
intens terhadap maslah ini, Kenyataan ini, misalnya, ditegaskan dengan ungkapan
:” As Is The State, So Is The School”
( sebagaimana Negara, seperti itu pula sekolah).
Signifikasi dan inplikasi politik dan
pengembangan madrasah atau pendidikan Islam, pada umumnya, bagi para pengausa
muslim sudah jelas. Madrasah-madrasah terebut didirikan untuk menunjang
kepentingan-kepentingan politik-politik tertentu dari penguasa muslim,
diantaranya untuk memperkokoh citra pengausa sebagai ornag-orang yang mempunyai
kesalehan mental, minat dan kepedulian kepada kepentingan umat, dan ini lebih
penting lagi sebagai pembeda antara ortodoksi dan pembeda.
Di
Indonesia, munculnya madrasah merupakan konsekuensi dari proses modernisasi
surau yang cenderung di sebabkan oleh terjadinya tarik menarik antara sistem
pendidikan tradisional dengan munculnya lembaga pendidikan modern dari Barat.
Namun, disadari oleh Ki Hajar Dewantara bahwa peran ulama telah melahirkan
system budaya kerakyatan yang bercorak kemasyarakatan dan politik, disamping
spiritual. Hal ini terbukti bayangkanya para alumni pesantren yang melanjutkan
studi ke universitas terkemuka baik di dalammupun di luar negeri.
Madrasah
di Indonesia yang dikelola oleh suatu organisasi social kemasyarakatan banyak
dipengaruhi oleh orientasi organisasinya. Madrasah yang didirikan oleh
Muhammadiyah lebih bersifat ala Muhammadiyah. Demikian halnya denga madrasah
yang dikelola oleh NU orientasi pendidikanya lebih menitik beratkan pada
kemurnian mazhab.
Sejarah
GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam) juga amat menarik untuk
dijadikan sebagai sample mengenai korelasi signifikan antara pendidikan Islam
dan politik. Sebab pada kasus ini politik menjadi mediasi untuk menumbuh
kembangkan institusi pendidikan Islam. GUPPI yang sejak awal berdirinya
merupakan wadah organisasi Islam yang terbentuk sebagai sikap peduli para tokoh
muslim setelah melihat gejala besarnya partisipasi politik para tokoh – tokoh
muslim yang berakibat kurangnya perhatian mereka terhadap pendidikan Islam.
Secara
umum bahwa pendidikan (Dalam konteks politik Indonesia) pada masa orba jelas
hanya berorietasi mengabdi kepada kepentingan Negara dan penguasa. Penciptaan
manusia penganalis sebagimana di canangkan DR. Daud Yusuf, dalam prakteknya
justru merupakan proses pengebirian kebebasan akademik dan kreativitas
mahasiswa serta melahirkan para birokrat kampus. Sehingga hasilnya adalah
generasi yang apatis dengan lingkungan sekitar namun sangat self-
centered. Mereka jelas bukan manusia yang dicita- citakan Muhammad
Hatta dan Djarir dimana pencerahan, pemahaman, dan penyadaran akan hak dan
kewajibannya sebagi anak bangsamenjadi landasan kiprahnya.
Signifikansi
dan implikasi politik terhadap pendidikan Islam pada umumnya bagi para penguasa
muslim sudah jelas. Dalam banyak kasus madrasah- madrasah didirikan untuk
menunjang kepentingan – kepentingan politik tertentu dari penguasa muslim, di
antaranya untuk menciptakan dan memperkokoh citra penguasa sebagai orang- orang
yang mempunyai kesalehan, minat dan kepedulian terhadap kepentingan umat, dan
ini lebih penting lagi sebagai pembela ortodoksi Islam.
Semua
ini pada giliranya untuk memperkuat legitimasi penguasa vis-à-vis rakyat mereka.
Persoalanya kemudian, sejauh mana madrasah dan lembaga–lembaga pendidikan Islam
lainya sebagai wahana “ pendidikan politik” anak- anak didik atau masyarakat
muslim umumnya.
Menurut
Azyumardi, bahwa lembaga – lembaga pendididkan Islam sejak masa klasik hingga
masa pertengahan, atau tepatnya masa pramodern, tidak menjadikan “ pendidikan
politik” sebagai agenda. Sebagaimana diketahui bahwa lembaga- lembaga pendidikan Islam, dimasa- masa tersebut
lebih merupakan salah satu wahana utama bagi transmisi bahkan” pengawetan ilmu-
ilmu Islam”, meski pendirian madrasah misalnya sering dikaitkan erat dengan
motif- motif politik, namun jika ditelusuri lebih jauh terdapat indikasi yang
kuat bahwa ia tidak terlibat dalam proses- proses politik. Absolutisme politik
muslim sebagaimana terlihat dalam eksistensi berbagai macam dinasti tidak
memberikan ruang bukan hanya bagi keterlibatan komunitas madrasah, melainkan
bahkan masyarakat muslim umumnya, untuk turut serta dalam proses – proses
politik, dan mewujudkan partisipasi politik mereka.
Pendidikan
dan politik adalah dua elemen penting daam system social politik di setiap
Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Keduannya saling dilihat
sebagai bagian-bagian yang terpisah, yang satu dengan yang lain tidak memiliki
hubungan apa-apa. Padahal keduannya bahu membahu dalam proses pembentukan
karakteristik masyarakat di suatu Negara. Lebih dari itu, keduannya satu sama
lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan
berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di Negara
tersebut.
Di
dunia Islam, keterkaitan antara pendidikan dan politik sudah jelas. Sejarah
peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan para ulama dan para umara
dalam memperhatikan persoalaan pendidikan dalam upaya memperkuat posisi social
politik kelompok dan pengikutnya.
Disini
dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah perkembangan Islam, Intuisi politik ikut
mewarnai corak pendidikan yang dikembangkan. Keterlibatan para penguasa dalam
kegiatan pendidikan pada waktu itu, tidak hanya sebatas dukungan moral kepada
para peserta didik, melainkan juga dalam bidang administrasi, keuangan,
kurikulum.
D.
Sistem Sosial Budaya
Pendidikan dengan pendekatan sosiologi
dapat diartikan sebagai subuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk
menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi. pendidikan dengan pendekatan sosiologi ini menarik dan penting untuk
dikaji dan diketahui karena. Beberapa alasan .
Pertama,
konsep pendidikan. Selain didefinisikan melalui pendekatan individual
sebagaimana aliran nativisme, juga dapat diketahui melalui pendekatan
masyarakat sebagaimana aliran behaviorisme.
Dengan kata lain masyarakat mempunyai nilai-nilai pendidikan yang ingin disalurkan dari generasi
kegenerasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan diibaratkan seperti bangunan rumah tampak jelas warisan intelektual, seni,
ekonomi, politik, agama dan lain-lain.
Kedua. Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi
manusia. Ia adalah salah satu bentuk tindakan social yang memungkinkan
terjadinya suatu interaksi melalui suatu
jaringan hubungan-hubungan
kemanusiaan. Dalam kaitannya dengan pendidikan islam maka hal ini tidak dapat dipisahkan
karena bagaimanpun juga sistem sosial dalam kemasyarakat sangat erat
hubungannya dengan pendidikan islam.
Ketiga. Di kalangan aliran progresivisme, sebagaimana
yang banyak diterapkan saat ini, dinyatakan bahwa setiap anak didik memeiliki
kecerdasan. Akal dan kecerdasan merupakan kelebihan manusia dibandingan dengan
makhuluk lain. Dengan potensi yang bersifat kreatif dan dinamis tersebut, anak
didik mempunyai bekal untuk mengehadapi dan memcahkan problem-problemnya.
Sistem budaya merupakan rangkain
hubungan komponen-komponen budaya
sebagai ungkapan perilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sebagai
mahluk berbudaya. Namun demikian, dalam mekanisme budaya tersebut, tidak
terpisahkan dari hubungan antara manusia sebagai mahluk sosial yang
menghubungkan antara individu, antara indivdu kelompok, dan antara kelompok
dengan kelompok manusia liannya. Di sini terbentuk suatu tatanan yang kita
konsepkan sebagai sistem sosial. Sistem ini berbentuk, sebagai akibat hubungan
sosial antara komponen-komponen sosial individu, kelompok dalam bentuk tindakan
dan prilaku pendukungnya.
Hal ini dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan oleh para para pengambil kebijakan, perancang dan praktisi
pendidikan. Visi, misi dan arah tujuan, kurikulum, kualitas lulusan,
pengelolaan sarana dan prasarana, keuangan, lingkungan dan evalusai pendidikan
yang dirancang dan dilaksanakan harus memperhatikan factor kebudayaan
sebagaimana dijelaskan di atas.
Pendidikan dengan pendekatan kebudayaan dapat dirumuskan
antara lain menjadikan pendidikan sebagai perantara yang kuat dan
berwibawa dalam memelihara,
melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan Indonesia. Sedangkan misi pendidikan
yang berbasis kebudayaan antara lain :
1. Mengintegrasikan nilai-nilai kebudayaan
Indonesia kedalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan pendidikan islam.
2. Menjadikan pendidikn sebagai wahana bagi
masyarakat nilai-nilai budaya kepada generasi muda.
3. Mengupayakan terhindarnya peserta didik
dari pengaruh budaya global yang negatif
4. Mendorong tumbuh dan berkembangnya
nilai-nilai budaya yang mendorong lahirnya etos kerja yang tinggi.
Adapun tujuan pendidikan yang berbasis
kebudayaan adalah melahirkan peserta didik yang memiliki karakter yang
merupakan keseluruhan dinamika rasional
antar pribadi dengan berbagai
macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya agar pribadi itu
semakin dapat mengahayati kebebasaanya sehingga ia mampu bertaggung jawab atas
pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi
dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. (pendidikan karater
bertujuan membentuk insan yang berkeutamaan).
Sistem sosial pada dasarnya tidak lain
adalah merupakan sistem tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari integrasi sosial
yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang secara
kebetulan,melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan standar penilaian yang
disepakati oleh para pengikutnya yakni anggota masyarakat. Yang paling penting
di antara berbagai standar penilaian tersebut adalah yang sesungguhnya
membentuk struktur sosial.
Dalam sistem budaya inilah manusia belajar, berkreasi, berinovasi, berilmu,
dalam suatu tatanan kehidupan yang disebut dengan kehidupan berbudaya.
Dalam perkembangan masyarakat terdapat
tiga tipe masyarakat yaitu : masyarakat tardisional, masyarkat fedoal
berkembang, dan masyarkat modern. Tipe masyarakat trdisional adalah masyarakat
dengan kelompok-kelompok tradisional dari dunia luar dan jumlahnya relative
sedikit. Pola hidup mereka masih sangat sederhana dan statis kehidupan mereka
bergantung kepada alam.
Tipe ideal masyarakat feodal adalam
masyarkat yang memiliki stara kehidupan lebih rendah-mereka terdiri dari
masyarakat petani yang tinggal di pinggiran pedesan, dan menggunakan teknologi
rendah, ditambah dengan beberapa tenaga trampil, di samping masyarkat yang
tinggal berbasis di kota terdiri dari birokrat, ulama, sarjana, tuan tanah, dan
perjurit, dengan kombinasi yang bervariasi.
Masyarakat feodal juga ditandai dengan
instuisi administrasi, keagamaan dan pendidikan yang sudah jauh dikembangkan,
yang digunakan oleh kelas yang berkuasa untuk mengabdikan posisinya di struktur
masyarakat. Bagaimanpun, keadaan aman yang penting antara masyarakat fedoal dan tradisional. Keduanya
adalah masyarakat yang statis dan lugu, dan ditandai dengan tingkat
keharamonisan yang tinggi.
Tipe ideal masyarakat modern memang
sangat berbeda mereka bercirikan legalitarisme dan tingkat mobilitas yang
tinggi itisusi-intisusinya sangat
berbeda secara khusus dan rasional, tatanan ekonomi, politik dan sosialnya
terus menerus mengalami perubahan, dan kriteria menetukan status.
Bagaimanapun, perbedaan utama antara
tipe masyarakat itu adalah sifat dinamis dari masyarkat modern jika
dibandingkan dengan karakter masyarakat berkembang dan relait statis. Disisi
lain sistem modern memiliki keluwesan
dan kemampuan beradaptasi untuk mengatasi perubahan yang demikian cepat dan
mendasar di semua sektor masyarakat.Dari
ketiga karakter sistem sosial budaya tersebut diatas dapat dipahami
bagaimanapun berkembang pesatnya suatu zaman, tipe-tipe masyarakat seperti yang
telah disebutkan diatas tatap eksis baik masyarakat tradisional berkembang
maupun modern. Tipe tersebut cendrung kepada pola pikir dan bertindak yang akan
berimplikasi terhadap sistem pendidikan Islam.
Dalam perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia kita dapat melihat betapa besar pengaruh sosial budaya terhadap
pendidikan Islam. Pada masa dahulu pesantren banyak dipengaruhi oleh masyarakat
tradisional yang identik dengan pola pemikiran tradisionalnya juga beranggapan
bahwa yang dikatakan pendidikan Islam itu adalah belajar membaca al-Qur’an
dan ilmu agama semata masyarakat perkotaan yang identik dengan pola pikir
modern cenderung menyekolahkan anaknya ke sekolah umum. Seiring dengan
perkembangan zaman, orientasinya telah berubah. Masyarkat berkembang pada saat
sekarang tidak hanya membutuhkan pendidikan agama dalam makna sempit, akan
tetapi pendidikan agama yang kompetitif. Hal ini ditandai dengan munculnya
pesantren terpadu atau modern yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama
tetapi juga ilmu Sains dan teknologi.
Sebaliknya, masyarakt modern tidak hanya
membutuhkan pendidikan sains dan teknologi, tetapi juga membutuhkan pendidikan
keimanan, ibadah dan akhlak karena semakin intensnya terjadi kemosrotan akhlak
dikalangan anak-anak mereka karena pengaruh arus eraglobalisasi, hal ini
ditandai dengan munculnya lembaga pendidikan umum yang bersifat plus seperti SD
Plus, SMP, SMA UIN yang mengintegrasikan antara pengajaran sains dan teknologi
dengan nilai-nilai ke Islaman secara komprehensif.
Sanafial Faisal mengemukakan bahwa
hubungan antara sekolah (pendidikan) dengan masyarakat paling tidak, bisa di
lihat dari dua segi, yaitu:
1). Sekolah
sebagai patner masyarakat di dalam melaksanakan fungsi pendidikan. Dalam
konteks ini, berarti keduannya yaitu sekolah dan masyarakat dilihat sebagai
pusat-pusat pendidikan yang potensial, dan mempunyai hubungan yang fungsional.
2). Sekolah
sebagai prosedur yang melayani pesan-pesan pendidikan dari masyarakat
lingkungannya. Berdasarkan hal itu, berarti keduannya antara sekolah dengan
masyarakat memiliki ikatan hubungan rasional berdasarkan kepentingan kedua
belah pihak.
Dengan demikian hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat
bersifat korelatif seperti bambo dengan tebing masyarakat akan maju
karena pendidikan dan pendidikan akan maju sangat ditentukan oleh masyarakat.
E.
Kesimpulan
Dengan
demikian, alhamdulillah kita telah sedikit banyak membahas akan sistem pendididkan
Islam di Indonesia mulai dari sistem pendidikan nasional dari segi jalur,
jenjang, sekaligus jenis pendidikan. Belum lagi kita telah mengetahui kedudukan
dan peran pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional dengan berikut
pembagiannya. Serta tidak lupa yang terakhir berbagai sistem kehidupan yang
mempengaruhi sistem pendidiakn Islam dengan tiga pembagiannya (sistem ekonomi,
politik, sosial dan budaya), walau tidak menutup kemungkinan masih ada faktor
kehidupan yang lain dapat ikut berperan dalam mempengaruhi sistem pendidikan
Islam.
Dilihat perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia mengalam pasang surut seirama perkembangan politik di Indonesia. Pada zaman colonial belanda
pendidikan tidak diberikan di sekolah, hal ini dapt dimengerti karena
pemerintahan Hindia Belanda mengembangkan pendidikan yang netral agama
(sekuler), walaupun sebenrnya belanda ingin sekali memasukan pendidikan agama
keristen.Sistem pemerintahan dari
pemerintahan, segala urusan dan tindakan, kebijakan siasat dan lain
sebagainya, mengenai pemerintahan atau terhadap Negara lain; kebijakan dalam
menghadapi atau mengatasi masalah lain
Azumardi Azra, Pendidikan
Tinggi Islam dan Kemajuan Sains, (Sebuah Pengantar) dalam charles micheal
Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam, Terj. H.Afandi dan Hasan Asari,(
Jakarta, Logos, 1994), h. 23
Azumardi Azra, Pendidikan
Tinggi Islam dan Kemajuan Sains, (Sebuah Pengantar) dalam charles micheal
Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam, Terj. H.Afandi dan Hasan Asari,(
Jakarta, Logos, 1994), h. 23